Rabu, 24 April 2013

Tiada Kata Frustrasi Untuk Melawan Korupsi di Repubelik Ini

Korupsi Semakin Tak Terkendali, Ibarat Kejahatan Terorganisasi
UNTUK memerangi korupsi yang telah berurat berakar, negeri ini butuh energi dan konsistensi luar biasa. Sebab, di Republik ini, korupsi semakin tak terkendali. Ibarat kejahatan terorganisasi, korupsi tak luput dari perkaderan.
 Banyak politikus muda yang menjadi tersangka kasus penggarongan uang negara, sebagian dari mereka ialah kader penting partai berkuasa, Partai Demokrat. Sebut saja M Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, hingga Anas Urbaningrum.

 Dalam indeks persepsi korupsi 2012 yang dilansir Transparency International Indonesia (TII) Indonesia tercecer di peringkat 118 dari 176 negara dengan nilai 32.
 Semua itu merupakan bukti yang tak terbantahkan bahwa korupsi masih amat sulit dijinakkan. Itulah sebabnya  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkap rasa frustasi, jengkel dan geram atas masih dan makin merajalelanya korupsi di negeri ini.

Dalam dialog Forum Pasar Global di Singapura, Selasa (23/4), ia mengungkapkan betapa sulitnya memberangus korupsi di Tanah Air. Di depan forum internasional itu, Yudhoyono berterus terang bahwa memerangi korupsi tak semudah yang ia bayangkan.. Semula Yudhoyono berpikir penegak hukum bisa memberantas korupsi dalam rentang 10-15 tahun. Namun, pikiran itu ibarat jauh panggang dari api. Ternyata sekadar utopia. Menurut Presiden, Indonesia butuh 20-25 tahun lagi untuk terbebas dari jeratan korupsi.

Bukan kali ini saja pula Presiden Yudhoyono mengaku frustrasi dalam memerangi korupsi. Pada peringatan Hari Antikorupsi dan Hari HAM di Istana Negara, 10 Desember 2012, Presiden melontarkan hal serupa.
Dunia telah sepakat memasukkan korupsi dalam <i>extraordinary crime<p>, kejahatan luar biasa, sehingga perlu kemauan dan usaha luar biasa untuk menghadapinya. Korupsi termasuk kejahatan paling kejam terhadap kemanusiaan sehingga perlu tindakan paling garang untuk melawannya.

Karena itu, kita berharap kata frustasi dalam pernyataan Presiden bukan bermakna harfiah, bahwa bangsa ini sudah lelah dan kendor bahkan berhenti memberantas korupsi. Bila kata frustasi sungguh-sungguh bermakna literal, ia akan kontraproduktif dan berpengaruh buruk bagi mental para penegak hukum. Tidak boleh ada kata frustasi dalam melawan korupsi. Hanya koruptor dan sekutunya yang senang dengan keputusasaan bangsa ini melawan korupsi.

Kita berharap pernyataan Presiden menunjukkan masih ada ruang  kesadaran dalam diri bangsa ini betapa diperlukan kemauan, komitmen, upaya, dan konsistensi lebih kuat dan lebih total untuk melawan korupsi.(relsira editorialmiol/int)
Presidenlah yang semestinya memimpin kesadaran, kemauan, serta komitmen secara konsisten dalam memberangus korupsi. Sebab esensi perjuangan melawan korupsi ialah pelaksanaan kata-kata yang diucapkan dalam pidato Presiden tersebut.

Presiden mestinya lebih sungguh-sungguh memimpin perang melawan korupsi, seperti yang pernah ia sampaikan beberapa waktu silam.  Presiden bisa memimpin perang melawan korupsi dengan membersihkan perilaku koruptif dari rumah sendiri, yakni Partai Demokrat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar