Sabtu, 09 Februari 2013

T a j u k :


                      A R I S A N   K O R U P S I

Korupsi di negeri ini seperti arisan. Pesertanya kalangan elite partai politik. Ibarat arisan, semua parpol, terutama yang masuk lingkaran kekuasaan, tinggal menunggu giliran mendapat jatah duit haram hasil korupsi. Tinggal menunggu giliran pula, para elite parpol pelaku korupsi suatu ketika ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kemarin, giliran elite Partai Golkar ditetapkan KPK sebagai tersangka. Dia ialah Rusli Zainal, Gubernur Riau yang juga Ketua DPD Golkar Riau sekaligus Ketua DPP Golkar Bidang Hubungan Eksekutif dan Legislatif.

Tak tanggung-tanggung, Rusli disangkakan atas tiga perkara tercela. 

Pertama, ia diduga menerima suap terkait dengan Revisi Perda No 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau. Kedua, pemberian hadiah yang terhubung dengan pembahasan perda yang sama. Ketiga, penyalahgunaan wewenang terkait dengan pengesahan bagan kerja izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman 2001-2006 untuk Kabupaten Pelalawan, Riau.

Dugaan keterlibatan Rusli sudah lama berhembus. Para tersangka dan saksi dalam perkara itu kerap menyebut namanya di persidangan. 

Kita mengapresiasi ketegasan KPK menjaring Rusli Zainal sebagai tersangka. Sulit dimungkiri, KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad semakin eksis sebagai predator ganas bagi para koruptor.

Benar bahwa pedang KPK masih tumpul untuk menuntaskan kasus kakap seperti perkara bailout Bank Century senilai Rp6,7 triliun. Kita berharap KPK segera bergerak cepat menuntaskan perkara Century agar simpati publik kepada lembaga antirasywah itu tak luntur dimakan waktu.

Penetapan Rusli sebagai tersangka menambah panjang daftar tersangka dan terpidana dari parpol gara-gara mendapat giliran menerima duit arisan korupsi. Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan Luthfi Hasan Ishaaq hanyalah tiga dari begitu banyak penerima jatah arisan korupsi.

Bukan tidak mungkin daftar penerima arisan korupsi bakal bertambah panjang menjelang Pemilu 2014. Data Sekretaris Kabinet Dipo Alam menunjukkan sepanjang 2004-2011 Presiden menerima permohonan izin pemeriksaan ratusan pejabat negara dari parpol dalam perkara korupsi.

Dari jumlah itu, Partai Golkar bertengger di urutan teratas dengan 64 orang, disusul PDIP (32) dan Demokrat (20). Itu belum termasuk kasus yang bertebaran selama 2012 hingga awal 2013 ini.

Sudah banyak elite partai menjadi pesakitan, tetapi fenomena mengerikan itu tak juga membuat elite lainnya jera. Kader partai berkuasa di daerah pun tiada risih memosisikan diri sebagai raja kecil.

Kenapa koruptor dari parpol terus bermunculan? Pertama, karena sistem politik berbiaya mahal memaksa parpol menggembungkan pundi-pundi sebagai bekal bertarung di arena politik, entah itu pemilu kada, pemilu legislatif, entah pemilu presiden. Karena itu, parpol menjadikan elite yang duduk di eksekutif dan legislatif sebagai sapi perah.

Kedua, hukum di negeri ini terus memanjakan mereka dengan vonis-vonis ringan. Angelina Sondakh, misalnya, cuma dihukum 4,5 tahun. Padahal kader Demokrat itu dinyatakan terbukti korupsi senilai Rp14,5 miliar.

Selama sistem politik dan hukum tidak dibenahi, selama itu pula arisan korupsi dengan parpol sebagai pesertanya tetap berlangsung. (relsira/edmiol)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar